Sabtu, 28 Februari 2015

Dari Kejauhan, Dalam Diam


Ingatan tentangmu pertama kali begitu absurd. Aku tak mengenalmu dengan jelas. Yang kutahu kita dulu satu sekolah menenggah pertama bersama walaupun berbeda kelas. Tak ku sangka saat bertemu denganmu lagi, kini kau berubah menjadi pemuda tampan yang sedang berusaha meraih cita – citamu dengan seabrek kegiatan keorganisasian. Lelaki cerdas memang tak hanya menarik hati namun juga sangat membanggakan. Ah, aku yang hanya sanggup mengaggumimu dari jauh saja ikut merasakan semangatmu, tak ku bayangkan apa yang terjadi bila dapat mengenalmu lebih dekat lagi. Kami, perempuan, memang hobi berkhayal.

Ingatanku melompat pada hari pertama dimana ospek fakultas dilangsungkan. Saat itu prodi-mu dan prodi-ku walau berbeda disatukan dalam satu kesatuan rangkaian acara. Saat itu kulihat kau berbaris paling depan dibarisan disisi kiri dari panggung yang berada didepan kantin. Sedangkan aku berada di barisan yang bersebrangan denganmu, berbaris paling depan (menggantikan ketua kelompokku yang entah menghilang kemana). Saat itu mata kita tak sengaja bertemu untuk sepersekian detik di udara, aku yang pelupa ini merasa mengenalimu tapi lupa dimana kita pernah bertemu dan momen itu berlalu begitu saja.

Ingatanku melompat mundur jauh kebelakang. Saat itu pelajaran ditiadakan karena kegiatan classmeeting. Aku yang tergabung dalam tim volly kelasku, sedang asyik duduk menunggugiliran pertandingan di pinggir lapangan volly seraya menikmati pertandingan kelas lain yang sedang berlangsung. Mendadak perutku protes bergemuruh minta diisi. Akhirnya aku mengajak sobatku untuk sekedar menculik semangkuk bakso di kantin. Setelah dita (sohib kesayangan dan satu kelas denganku) setuju dengan usulanku, kami pun akhirnya melangkah ceria dan tak lupa berbincang tentang gebetan barunya. Saat itu dita sedang naksir seorang kawan dikelas G, sebut saja namanya ringga. Ringga lelaki kalem dan pendiam dan karena kemisteriusannya itulah dita dibuat klepek – klepek olehnya. Aku yang menasehati dita untuk segera mengambil inisiatif duluan pun mencoba mengingatkannya untuk tidak menggunakan identitas samaran saat mencoba mengirim sms padanya. Ia hanya dapat tersipu malu dan menutup mukanya saat mendengarkan nasehatku. Aku pun semakin seru menggodanya.

Setelah menghabiskan semangkuk bakso itu dengan cepat, kami pun melangkah kembali ke arah lapangan volly. Disitu untuk pertama kali aku bertemu denganmu. Saat itu kamu tengah berbincang dengan para perempuan dari kelasmu, sepertinya layaknya selebriti yang tengah dikrubuti wartawan, aku pun menanyakan perihal tentangmu pada dita, 

“ Dit, mas – mas yang disitu siapa ya? Aku kok rasanya ga pernah lihat?”

“oh, itu. Namanya Ali cen, dia anak pindahan dari makassar. Kalo dari gosip yang arien bilang sih papanya dia kerja di dinas pendidikan gitu deh, dan pas pindah kesini papanya yang nyumbangin komputer canggih yang ada di lab itu. Komputer yang biasanya kita buat rebutan ituhlo~ anaknya lumayan ganteng ya? Tapi masih gantengan ringga sih!“ dita pun tergelak saat mengakhiri penjelasannya. Saat itu aku hanya mengangguk paham dan mencuri lihat kearahmu sekali lagi. Untuk ukuran bocah SMP kamu berperawakan cukup tinggi dari teman sebayamu. Saat itu pipimu ditumbuhi jerawat ala anak abg pada umumnya. Saat kulihat kau tenggah asyik bercakap – cakap dengan geng cewek dari kelas E itu, saat itu kau tengah tersenyum lebar menanggapi komentar gadis – gadis itu, kuakui senyummu sungguh menawan. Lalu kemudian mendadak perhatianku teralihkan saat kakak kelas kami yang juga idolanya dita sedang melakukan jump squash dengan indahnya mematikan pertahanan lawan saat pertandingan volly yang tenggah seru – serunya berlangsung. Aku pun lantas memperhatikan jalannya pertandingan lagi dan lalu lupa tentangmu. 

Ingatan merupakan mesin waktu paling asyik untuk ditelusuri dalam diam. Tiba – tiba saja ingatanku terdampar di dalam bus patas jurusan surabaya – malang. Pagi itu mama berkeras mengantarku sampai naik dan dapat duduk di bus yang cukup lenggang. Setelah melambaikan ke arah jendela, mama lantas berjalan menjauh dan pulang. Sebetulnya aku tak ingin diantar karena aku tahu saat mama mengantarku, mama akan membatalkan jadwal senamnya pagi itu demi mengantarku ke terminal purabaya. Karena kami sama – sama keras kepala, akhirnya aku mengiyakan saja tawaran mama, dan berujar dalam hati semoga secepatnya aku takkan merepotkan siapapun termasuk mama.
Saat itu aku melesak di bangku favoritku. Aku selalu memilih bangku dibarisan sebelah kiri dan dekat dengan jendela agar leluasa memperhatikan jalanan yang tengah aku lalui, barisan ini sungguh sangat nyaman hanya saja apabila aku berangkat terlalu siang, matahari akan bersinar terik melalui jendela disebelahku dan dengan berat hati aku menutupnya dengan gorden. Saat itu ku perhatikan sekelilingku, bus nampak ramai namun tak penuh sesak seperti bis ekonomi lainnya. Saat itu BBM belum mengalami kenaikan dan tarif bis patas hanya sebesar 10ribu rupiah saja.  Kali ini aku menaiki bis yang dibodi kiri dan kanannya tergambar koala dengan background biru. Kulihat seluruh kursi terisi dengan satu orang dan kebanyakan sepertiku, memilih duduk dekat dengan jendela. Ada bapak – bapak yang tengah asyik bercakap – cakap dengan koleganya dikejauhan (suara menggelegar dan terdengar hingga ke bangku belakang tempatku duduk), ada kakak cantik yang krudungnya ditumpuk macam menara pisa dibeakangnya, dan tepat didepanku duduk bapak – bapak yang edeang asyik membaca koran (aku sekilas numpang membaca headline beritanya : masih tentang lapindo dan kemelut pelik tentangnya). 

Kuperhatikan dibangku barisan sebelah kanan diseberangku ada ibu – ibu dengan seragam coklat muda hendak berangkat bekerja yang sibuk memainkan telpon genggamnya dan saat mengamati pemuda yang tengah melempar pandang dijendela didepannya, mendadak aku terkejut. Ya, kau duduk disitu termenung, dengan kemeja biru dan sedang mendekap tas ranselmu. Ingin rasanya aku mendadak pindah dari bangkuku dan duduk disebelahmu lalu sekedar menyapamu, ide yang terbersit tiba – tiba itu menghantuiku sepanjang perjalanan. Jadilah aku terdampar disudut dan dalam diam memperhatikanmu dikejauhan. Saking asyiknya memperhatikanmu aku pun ikut bergerak dan mengikuti langkahmu saat kau turun di halte dekat taspen itu. Saat melangkah dipinggir jalan aku baru menyadari seharusnya aku turun di penitipan sepeda motor yang masih cukup jauh lagi dari tempat dimana aku turun saat mengikutimu, aku tertawa dalam hati sungguh geli rasanya ketika terlalu fokus memperhatikanmu sampai hilang arah. Akhirnya aku memutuskan untuk naik bemo ke arah penitipan sepeda motor yang terletak disebrang pintu masuk terminal arjosari itu. Saat bemonya masih asyik ngetem, saat aku mengikuti langkahmu dari kejauhan kulihat kau asyik menyebrangi jalan dan kemudian berdiri di pinggir jalan, entah menunggu jemputan atau bemo yang kau cari belum tiba, aku tak tahu karena mendadak bemo yang aku tumpangi bergerak dan meninggalkan siluetmu dikejauhan hingga tak terlihat lagi.

Ingatanku pun kembali meloncat dimana para gerombolan gadisku sedang asyik ngrumpi dan menunjuk sebuah mobil berwarna perak mungil yang terpakir rapi di dekat bangunan dan itu milikmu, icha lantas dengan heboh bercerita bahwa kamu, saat itu sedang menjalin hubungan dengan sahabatnya, saat icha menyebutkan namanya yang terlintas dibenakku gambaran gadis cantik berpotongan rambut pendek dan tak jarang ikut nongkrong dengan gerombolanku namun lebih sering sibuk memonopoli pembicaraan dengan icha saja. Selebihnya aku tak tahu. Menurut cerita icha ia menanyakan dimana bisa menyewa kosan yang cukup bebas untuk ditinggali berdua, ah aku tak sanggup membayangkan apa yang akan kau lakukan selajutnya dengannya. Jujur saja sebagai penggemar sekelibatmu, aku berpendapat tidak setuju kala itu, yang ku tahu kau sesosok pemuda baik – baik, polos dan apa adanya sedangkan sahabat icha yang kutahu sendiri dari cerita icha, adalah gadis yang gemar dugem. Ironis saja rasanya, mengapa pemuda sebaik dirimu bisa bersanding dengan gadis seperti itu. Tapi apa boleh buat, toh kadang cinta memang buta. Mungkin saja saat itu kau hanya sedang tersesat, semoga saja kau baik – baik saja. Tak lama setelah obrolan itu berselang. Di momen yang berbeda, berbulan – bulan kemudian icha bercerita bahwa kau akhirnya ditinggalkan olehnya demi lelaki lain, betapa hancurnya hatiku saat mendengar cerita icha kala itu. Tentu saja para gadisku juga menyayangkan kejadian itu. Semoga saja perjalanan ini menguatkanmu dan tak membuatmu jera kawan.

Memori membawaku kebeberapa hari yang lalu, dimana mendadak saja aku menyapamu lewat pesan singkat media sosial sembari menyapamu dalam bahasa inggris begitu saja. Tak lama berselang kau balas pesanku dengan ramahnya dan memberitahuku walaupun kita tak saling mengenal namun senang memiliki kawan jauh sepertiku. Ah bahkan hanya lewat ketikan pesan singkat didunia maya ini kau bisa begitu hangat. Karena bingung hendak membalas apa, kuhabiskan tak kurang selama dua hari setelahnya memikirkan jawaban apa yang bisa memicu rasa penasaranmu, akhirnya kuputuskan menawarkan diri untuk mendengarkan keluh kesahmu dan kisah – kisah menarikmu langsung darimu, hahaha harapan bodoh yang disampaikan sederhana secara eksplisit seperti biasa, sangat “aku” sekali. Kau membalas dengan ucapan terimakasih singkat disela kesibukanmu. Tak apa kawan. Paling tidak kau menyempatkan seperkian menit untuk sekedar membalas bualan tak berguna dariku dan aku cukup bahagia membacanya.

Aku sadari kita berada di level yang berbeda. Apabila diandaikan dengan level di game – game itu kau sudah mencapai level ekspert dan memukau siapa saja yang ada di lingkaranmu dan aku hanya seorang gadis cupu yang berada di level pemula dan hanya mampu menulis secuplik cerita ini yang mungkin tak akan pernah sampai terbaca olehmu. Biarlah, toh aku tak bosan – bosannya menyelipkan namamu didoaku dari kejauhan, semoga idola sekelibatku ini baik – baik saja dan segera meraih mimpinya untuk bersekolah di Jerman. Sungguh iri rasanya namun lebih banyak aku merasa bersyukur mimpimu sungguh sangat menyenangkan dan secara tak langsung memantik mimpiku untuk bisa menyamaimu di level yang cukup tinggi itu namun dengan jalan yang berbeda. Semoga karir akademisimu baik – baik saja kawan. Terimakasih pernah hadir dan menginspirasi dari kejauhan. Semoga aku pun segera mampu menulis cerita yang lebih menarik dari deskripsi panjang lebar ini sehingga mampir di tumpukan koleksi bukumu tanpa sengaja, Toh gusti Allah adalah sesempurnanya produser dan kita hanyalah pemeran pembantu dalam luasnya jagat raya ini. 
Dari penggemar sekelibatmu, salam hangat di kejauhan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar