Sabtu, 05 September 2015

Cinta dan (Sedikit) Rahasia

 

Kita tak sengaja bertemu 5 tahun yan lalu, atau lebih tepatnya takdir yang mempertemukan. Kala itu kau menyapaku via pesan singkat di media sosial favoritku. Bodohnya, aku mengira dirimu wanita dan menyapamu dengan sebutan “mbag” karena namamu yang memang cantik. Kejadian konyol itu membekas hingga hari ini. aku selalu saja tersenyum bila mengingat hal ini.

Kamu pribadi yang sangat manis. Inisiatifmu juara nomer 1! Masih ku ingat jelas saat ulang tahunku, kau memberi hadiah yang tak pernah ku sangka – sangka. Kau buatkan aku poster mini berisi foto kakak tingkat yang ku idolakan saat itu berserta tanda tangannya menghiasi tepiannya. Bahkan pacarku kala itu tak pernah sekreatif dirimu, kawan. Mungkin ini hal kecil bagimu, tapi itu sungguh kejutan yang menyenangkan bagi gadis yang seringkali terlupakan. 

Aku selalu suka mengamatimu dikejauhan. Memandangi siluet punggung lebar milikmu. Kamu yang selalu suka mengerjakan banyak hal. Kamu yang selalu saja banyak dikenal orang. Passionmu tanpa sengaja selalu saja sukses membuatku semangat, walaupun karyaku tak pernah bisa sememukau dirimu.

Kita beramai – ramai selalu saja membagi tawa yang gegap gempita, bersama kalian aku dengan mudahnya melupakan semua kesedihan. Aku menyayangi kalian seperti kakak dan adik milikku sendiri. Jangan pernah berhenti berusaha saling berbagi tawa dan canda, ya? Kalian idolaku :)

Aku suka musik yang kamu dengarkan dan berusaha tau semuanya. Aku suka mendengar suaramu bernyanyi, suaramu sungguh merdu jika dibandingkan milikku yang parau tak karuan. Aku selalu suka mencermati karyamu, gambar milikmu selalu saja nampak menakjubkan. Aku suka memperhatikanmu makan dengan lahap, nampaknya semua jadi lebih lezat setelahnya. 

Kisah cintamu yang mendayu – dayu selalu saja menarik untuk di simak. Dari usahamu yang pantang menyerah mendekati kawan sebangkuku yang mungil dan cantik. Aku ikut menyorakimu, namun seringkali terselip rasa di hati yang terdalam, andai saja itu. Dan momen andai saja itu berulang lagi – dan lagi. Ketika kau menceritakan dengan takjub gadis berkhimar lebar yang kelak akan menjadi gadis yang akan kau tuju untuk saling berta’aruf, hingga adek tingkat yang meninggalkanmu dan membuatmu sedih, aku selalu saja jadi pertama yang antusias mendengar kisah lengkapnya, tak terkecuali tentang cintamu yang ini.

Dia gadis polos nan manis kesukaanku. Matanya yang lebar mengingatku pada sorot tajam yang biasa choky tunjukan padaku. Gadis alim yang tak pernah neko – neko. Gadis yang selalu saja menolak bawang goreng di atas nasi uduk dan dengan suka rela memberikan semua sayur lalapannya padaku. Ketika ku dengar cerita awal kalian bersama, jujur, aku turut bahagia mendengarnya. Seiring berjalannya waktu, kalian jadi pasangan favoritku. Kalian saling mengisi. Kalian saling berbagi. Dan lagi terselip rasa andai itu. Mungkin aku cuma iri, tapi tak apalah. Toh kalian saling menyayangi. Seperti aku menyayangi kalian berdua.

Hatiku bak teriris sembilu saat kudapati kekasihmu jatuh sakit. Sakit yang membuat tubuh kurusnya semakin kurus. Sakit yang membuatmu bertahan menghadapi semua ini dan mendukungnya dengan susah payah. Mungkin aku cuma sok tahu, tapi ku tahu pasti kamu juga merasa tersiksa. Ku intip perih itu setiap menanyakan kabarnya, bibirmu boleh saja berujar dia baik – baik saja. tapi matamu berkata lain. Kamu tak pernah baik – baik saja.

Kadang aku tak mampu mengendalikan apa yang kepala dan hatiku katakan. Aku ingin memelukmu. Sebagai kawan yang peduli padamu. Sebagai kawan yang masih saja ingin menculik dan memutarkan kenyataan dan mewujudkan setumpuk andai saja itu. Sebagai kawan yang berlebihan ingin mengurangi rasa sakitmu dengan sedikit ide gila ini. Tapi akalku mengatakan hal yang lain. Semua itu bertentangan dengan prinsipku. Aku tak mau jadi wanita buas yang mencintai kekasih sahabatnya sendiri. Andai saja kau sama – sama tak memperdulikannya juga.

Aku tak ingin cintamu seutuhnya. Aku ingin melihatmu bahagia dengannya. Namun aku juga tak mau mengabaikan perasaan ini tak tersampaikan. Aku tak ingin menyesal. Jadi disinilah aku. Melakukan semua tindak tanduk yang konyol disekitarmu dan memanfaatkanmu demi hatiku yang sepi sendiri. Ya. Aku memang sudah segila itu. Untung saja segelintir rasa sesal takut menyakiti kekasihmu masih membelenguku. Aku tak ingin ia merasakan apa yang dulu aku rasakan.

Maafkan aku, sahabat
karena memanfaatkan kebaikanmu selama ini dan memutarbalikan fakta semau hati. 

Hati yang ingin berlari kepadamu dari dulu
Momen ketika kau mengabadikan gambarku dengan cermat
Tangan dingin yang begitu gugup memegang tanganmu
Hingga tak dapat ku kendalikan diri, melompat dan terjatuh
Suara merdumu yang mengajakku berduet
Dan sandaran dibahu sekejap yang ku curi darimu  
Andai saja hidup segila itu jadi kenyataan.



12:34, rindu terselip yang tidak sempat.