Senin, 21 Februari 2011

3bagian


hari ini entah hari apa yang aku tahu jam menunjukan pukul delapan lewat enambelas

bagian satu
sahabat adalah dusta

Hari ini begitu menyebalkan,padahal hari sebelumnya saia pastikan hari ini menjadi menyenangkan tapi saia tau sekarang perasaan itu sama sekali salah,salah besar.
Saia dari dulu tidak percaya sahabat.dan perasaan ini kembali menguat seiring berjalannya waktu.tidak ada kata sahabat di dunia ini, yang ada hanya kepentingan demi kepentingan yang melibatkan aku, di mana keuntungan yang mereka peroleh dan tertampar kenyataan yang aku dapat.
Mereka bercerita dimana mereka jadi poros dan aku jadi pendengar,dimana mereka berkokok dan aku terdiam.selalu begitu,selalu aku yang tertohok.
Aku jadi babu,dan mereka pesuruh. Aku menghela nafas dan mereka tertawa terbahak bahak. Sedikitpun tak ku peroleh walau hanya seuntai kata terima kasih.
Dan aku benci menerima kenyataan bahwa aku harus, sekali lagi, merasa terbodohi karena aku mempercayakan hidupku seutuhnya pada orang yang sama sekali tidak peduli pada hidupku. bodohnya.
Dan aku kembali meratapinya, untuk kesekian juta kalinya. Meratapi betapa bodoh dan naifnya aku walau aku tahu mereka akan kembali saat membutuhkanku dan melupakan aku saat mereka tak ingin dan berkecukupan.


Bagian dua
Diam dalam kecewa

Banyak yang ingin aku ceritakan pada mereka,apa yang aku rasa,apa yang ada di benak,apa yang ingin mereka ketahui,apa yang ingin ku lakukan atau sekedar memberi pendapat tidak berguna dan berkelakar bersama mereka. Namun ikatan darah tidak selalu menjadi jaminan mutlak kau akan di dengarkan dengan seksama.
Mereka menutup telinga bahkan sebelum aku menarik nafas dan mulai bersuara,mereka memutuskan pita suaraku saat aku belum meneriakan apa yang melintas di kepalaku. Haruskah aku bersuara dan sakit hati mendengar cemooh tawa riang mereka diatas tubuhku? Tidak. Aku memilih bungkam dan melupakan aku pernah ingin bersuara, dan mengubur semua seolah aku hanya mahluk hina yang terseret takdir. Aku yang dulu telah mati lama sebelum mereka menyadari keberadaanku yang fana ini.
Dan ikatan takdir ini hanya sebatas darah yang mengalir di sela batu nisanku yang beku, di tepi tawa keras kalian di pemakamanku yang sunyi. Aku hanya tertawa dan bersikap seolah semua hanya boneka palsu, aku tak ubahnya manekin hidup jelmaan mereka.
Menyakitkan mendengarkan mereka saling bercerita dan mendengarkan,dan aku terduduk terdiam,terlupakan.





Bagian tiga
Cinta dan kepalsuan yang menyertainya

Aku tak mempercayai tiap bait kata yang kau ucapkan untukku,bukan karena aku tak mempercayaimu,tapi karena aku sudah lama berhenti percaya pada orang lain.
Aku tahu tiap untai kata manismu menyembunyikan perih yang siap meronta
Aku tahu tiap senyum di bibirmu siap merengut paksa langkah gontai di jalanku
Aku tahu tiap gerikmu siap mengintai tuk mencabik menerkam hatiku
Aku tahu. .
Dan karena aku tahu, aku jadi rapuh dan membiarkanmu melakukan apa yang kamu mau,aku tak peduli rasa sakitnya,aku tak peduli tetesan air matanya,toh aku sudah biasa tersakiti dengan semua hal yang hendak kau, tanpa sadari akan lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar