Entah mengapa tengah malam ini, aku terisak kencang seorang
diri, saat menonton film favoritku untuk kesekian kalinya. Akhir ceritanya
sungguh menyayat hatiku. Lalu ingatanku berlompatan pada satu cerita dan cerita
lainnya. .
Kawan karibku, Rachma.
Dia yang selalu saja tersenyum walau
hidup terasa pahit. Dia, kawanku yang selalu saja tertawa terbahak – bahak pada
leluconku yang entah dimana letak lucunya. Kawanku tersayang yang selalu saja
menemani hariku segelap gulita apapun itu. Ia selalu saja setia disana.
Namun akhir – akhir ini senyum khasnya itu lenyap. Berganti
pesan singkat yang membuat koyak hatiku, membacanya saja serasa tersayat sayat
hancur, tak ku bayangkan bagaimana rasanya ada di posisinya kini. Hatinya pasti
remuk redam. Begitu hancurnya hingga tangis pilu terdiam takkan mempengaruhi
apapun.
Ia masih saja mencoba tersenyum pahit, guna mengelabui hati
dan harinya, akan baik – baik saja. Maafkan daku, kawanku sayang, di hari
tergelapmu kini aku masih saja di kota dingin ini, jauh darimu, jauh dari
pelukan hangat yang ingin rasanya ku bagi denganmu, jika saja itu bisa
meringankan hati pedihmu. Walaupun secuil saja.
Maafkan aku..
Mengapa janji begitu mudah terucap, begitu pun mudah
terlupa?
Tak kurang 6 tahun ia perjuangkan semuanya dan tiba – tiba
bak di sambar petir semua impiannya runtuh seketika. Seakan tak berbekas.
Hilang begitu saja. Hati wanita mana yang tak hancur remuk redam? Jika lelaki
yang ia begitu cintai, yang ia perjuangkan dengan tangis dan darah, mendadak
berpaling dan meminang gadis lain yang lama hari mengenalnya pun dapat dihitung
jari?
Tiba – tiba saja cinta itu menguap di udara. Bersama janji –
janji palsu yang kini tak berarti lagi. Seakan kehadiran karibku tak membekas
apapun di hati lelaki kurang ajar itu! Betapa manusia begitu kejam lagi
menakutkan untuk sekedar menaruh harap dan percaya! Semudah itukah hati
berbalik dan tiada berbekas? Jika saja membunuhnya tidak berdosa, mungkin kini
aku sedang berdiri di depan halaman rumahnya, menggengam belati hingga dia rasa
sakit menghujam seperti apa yang Ia dan aku rasa. Tega nian menghacurkan hati
sahabatku yang ku tahu pasti tak ada sedetik pun ragu padanya!!! Aku marah
bukan untuk cinta yang tidak jadi, namun karena begitu mudahnya terganti!!!
Semudah itukah hati terhenti?
Namun itu hanyalah angan muramku. Khayalan sesat terdalam.
Andai yang berbahaya. Kenyataannya, hanya sanggup ku sampaikan kata – kata
penghiburan. Yang meringankan sesak di hatinya pun tidak. Hanya dapat ku berdoa
dalam sepi, semoga waktu mampu mengikis, duka itu lapis demi lapis.
Lalu mengapa kami berdua sama – sama tak beruntung?
Tak sampai hati ku ceritakan apa yang terjadi dengan hati
milikku. Yang kini berdebu, lagi – lagi berkat janji lama yang aus tergerus
masa. Hati manusia adalah hal yang paling rapuh. Serapuh debu yang tertiup
angin, menyaruk nyaruk tanpa arah. Entah kemana.
Jika saja kau punyai sedikit keberanian untuk mengakuinya.
Untuk menjawab jujur apa yang selama ini menghantui tidurku. Sederet kalimat
yang masih saja memberati langkahku dalam setitik harap yang membekap.
Menenggelamkan asaku hingga kini tak kurasa lagi. Aku mulai tumpul pada sebaris
tanya yang membelit hati, melumpuhkan raga.
“ Aku tak lagi mencintaimu. Maaf, untuk tidak menepati
janjiku.”
Semudah itu membebaskanku. Semudah itu.
. . .
Duhai, Rachma sayangku..
Pahit yang ku sesap ini tak ada apa apanya dibanding sedih yang
meliputi hatimu. Sungguh tak dapat ku bayangkan berada di posisimu kini. Kau
sungguh berani, lebih kuat dari aku yang kerjaannya sok macho sok tegar tapi nangisan
ini. kasihi apa yang ada dalam dirimu dulu ya? Jangan kau tutup pintu hati itu
seperti milikku yang kini sedang macet ini. kau berhak didalam dekapan lelaki
yang kelak menuntunmu ke surga, yang sayangnya melebihi sayangku padamu.
Setulus punyaku. Ingat, Gusti Allah akan menepati janjinya.
Tak usah kau hiraukan ocehan usil orang lain, mereka tak
mengetahui detailnya sepertiku. Abaikan saja pertanyaan pertanyaan jahat itu.
Tersenyumlah saja, dan lihat, betapa kikuknya mereka menghadapi kamu yang tenang
menghadapi hari yang bisa begitu pahit.
Semoga waktu mengijinkan kita
tertawa terbahak – bahak melupakan ini semua di ramainya
jalan kota bangkok,
teriak memaki dia – mu dan dia – ku yang menyebalkan itu di tepian
pantai pattaya,
lalu tersenyum sumringah seakan masa pahit ini terlampaui
begitu saja.
doakan aku masih memiliki sisa umur untuk mewujudkan itu
untukmu, Men!
Kita tidak kalah, sayangku!
Kita hanya melaju ke babak final berikutnya!
keren bukan?
Salam sayang,
Dari karibmu yang hobi
menggalau balau
Meringis lalu nyruput
cincau
Onti Cyn.