Sabtu, 26 Maret 2016

HMTP'S



Persahabatan itu ada dimana saja. di tumpukan kertas contekan laporan. Di antara big cola 3liter dan frestea dipojokan namun berisi ciu. Atau malah gelak tawa karena “palapa”. Kalian memang aneh. Gazebo, colokan dan wifii kampus jadi rebutan. Seakan jadi saksi betapa memalukan lagi membahagiakannya kita, pun sebagai saksi mata kita dulu pernah muda. Kentut tidak sopan yang berseliweran saling sahut – sahutan saat malam datang dan gunungan tugas yang seakan tak kunjung usai. Tak ku sadari di penghujung waktu bersama kalian rasanya tiap detail – detail yang tersebar di seluruh penjuru itu nampak ajaib nan menakjubkan. Dan tentu sangat berharga.

Mulai rapat pre wedding premature yang ngalor ngidul, diriku yang selalu identik dengan “tragedi bromo I dan II”, bahkan ngopi di taman kunang – kunang kala Amir sang barista masih setia pada gerobak sepeda gaulnya dan kopi serta teh tarik yang murah meriah. Tawa kalian takkan pernah tergantikan, selalu abadi dalam anganku yang abu – abu kelabu ini kawan. selalu saja jadi momen terfavoirt untuk dingat lagi dan lagi. adiksinya menyadarkanku betapa kini begitu susah jadinya hanya untuk sekedar menculik gerombolan si berat itu lagi dan tertawa terbahak - bahak lagi dan lagi.

Momen ultah kucink dan truk tangki penyiram taman kota yang spektakuler, pada cafĂ© armor dan pertanyaan konyolnya, dari bahasan tante – tante korea yang seksi lagi bohay kemana – mana. Dan kisah asmara lama yang akhirnya di ungkit dan di umbar lalu ditertawakan berjama’ah pun berasal dari sana. Kita konyol, kita bahagia, dan kita satu kesatuan.

Perlahan satu demi satu mulai melangkah di jalan berbeda, yang memisahkan kita dengan jarak sebagai pembatasnya, namun lagi – lagi tawa kita takkan terhenti, seakan tiada berkesudahan. Kalian mentorku, kalian semangat dan penawar dukaku. Kalian saudara tak sebapak dan seibu milikku.

Kala revi ditasbihkan jadi tuhan tandingan. Kala epank jadi orang jejeran kangmas paling ganteng di kotanya dan kita turut bangga. Kala adi kini menitih karir dan merajut mimpi jadi bapak dari anak laki – lakinya kelak. Kala Bang agung besar, chelsea dan keberadaannya yang tiba – tiba menghilang lagi misterius. Kala dheo, hitam, candi dan trex serta mimpi di plaminan dengan mbag alya yang kecantikan terkenal seantero kakak tingkat kita. Kala Ghege yang yang terdampar di sulawesi, tengah merajut mimpi dengan perusahaanya yang merk dagang lagi banyak dan keren tak lupa dengan pasangannya yang bermata lucu lagi lugu. Kala didin sedang sibuk meraih harap, duet maut dengan ghege seakan comedian mana pun tak akan pernah selucu mereka berdua.


"Duet maut mantuk - mantuk" 


Duo mesra ocir dan bodat, yang satu wirausahawan sejati lagi pencinta alam anyaran dan yang satu selalu asyik bercengkrama dengan “bapak tiri” yang selalu saja berbaik hati mengisi rekening kala mujur di raup serta bisnis laundry-an yang selalu saja harum mewangi. Kala rahma yang selalu gembira dan keingintahuannya yang selalu saja menggelitik kalbu, mulai dari topik geli – geli bahaya sampai tentang tetek bengek tentang usaha. Kala kucink dan sam smit, paket terbaru dan kekasih lama yang di perbarui kontraknya dengan mantan asisten yang baru kali ini bisa baper diledekin dan diciye – ciyein anak praktikannya dulu kala. Kucink selalu identik dengan tahu telor dan gincu merah yang meme jail buatan ghege. Dan aku yang hampir selalu walau sedang super kere pun memilih rela besok puasa demi untuk menyanggupi hadir dan ikut tertawa, karena kalian terlalu berhaga untuk di lewatkan barang semenit pun. 

Tawa kita ada di mana – mana. Di plataran warung Bu gatot dan ayam penyet legendarisnya. Taman kunang – kunang, pohon dan trotoar yang selalu ada. Selalu saja jadi meja yang terheboh di Armor dan armir. Sesi foto prewedd Kebun teh wonosari dan kebun raya purwodadi yang tidak jadi. Hingga ghege jatuh di tikungan yang menurun dan topi macan didin yang hilang di Bromo II. Pantai bajul mati II dan tenda “bergoyang” serta teteh mantan asprak tersayang pun turut piknik di pantai bajul mati I. di emperan Kantin maupun bergerombol di panggung ukm. Gazebo mana saja yang kosong dan bisa di tempati dan disatroni. Di lahan kosong kala sampling bodat dan kehebohan cangkul mencangkulnya. Di tahu telor naga yang murahnya keterlaluan. Serta seakan jama’ah pengajian mendadak pindah saat mie setan sedang booming – boomingnya dan masi di jalan kawi, dulu kala. Di cuban rondo dan momen fotogenic dheo didin dan epank yang epik di prakarsai fotografer kenamaan kita : bos ghege. Bahkan ngemper di MOG, donor darah dan merajai arena permainannya bak anak TK pergi tamasya. Serta tak lupa sesi foto – foto mangandung ledom di rumah kuno dekat tugu malang. Suitan mengandung syahwat di stasiun kala menggoda mbag cantik namun KW super. Di pelataran sakri dan tepung yang bertebaran dengan indahnya kala yudisium bos didin. Bahkan launching toko kelontong milik bodat pun berasa seakan sedang piknik bersama kalian. Secara keseluruhan tawa kita bertebaran ada di mana – mana. Kalimat panjang penuh racauan ini takkan pernah cukup menggabarkan betapa bersama kalian, aku dapat sesekali merasakan hidup tiada terbatas nan tanpa batasan palsu. Menjadi "Aku" yang sehidup - hidupnya

Jarak boleh saja menjauhkan raga kita, kawan! namun sejatinya kisah kita akan klasik hingga giliran tiba dipanggil sang Khalik.
Semoga tawa kita awet  hingga keriput dan sukses sehat selalu jadi opa – oma kawan! 

HIMATAP ORIP!



Morte et dabo




Ada begitu banyak gejala yang tampak begitu vulgar untuk diabaikan begitu saja, dan semakin ku telisik fakta – fakta itu menjadi begitu menyeramkan. .

Aku tidak masalah berdiam diri di kamar kosku yang mungil lagi sempit, dan kebanyakan ku habiskan dalam gelap. Tanpa lampu menyala. Tanpa berbicara pada siapa pun. Aku hanya merasa begitu aman dan nyaman. Mendadak menghindari kontak sosial dengan sesama penghuni kosan nampak begitu menentramkan. Terbiasa untuk mengendap – endap, sesepi mungkin. Ketidakberadaanku sudah menjadi hal maklum. Aku malas berdrama. Lelah mendengar ocehan mereka, hidup mereka dan keluh kesah mereka. Meminimalisir seminimal mungkin untuk tak bercerita banyak tentangku. Ketidaktahuan mereka adalah misi hidupku. Terkadang ingin tertawa terbahak – bahak bila ada saja lelaki ceroboh yang mengaku – ngaku mengenalku dengan sangat baik. Sayang sekali, itu pengetahuan itu bahkan tidak seluruhnya. Terlalu banyak ruang rahasia yang ku peluk dan ku jaga baik – baik. Aku tak sebaik yang kau kira. Bahkan rumah tak lagi jadi senyaman “rumah” yang seharusnya.

Jika mati itu mudah, aku tahu dengan pasti itu tidak. Dan pikiran kalut tentang kematian itu menghampiriku hampir tiap hari. Tentang gagasan bodoh yang sejak lama tumbuh dan berkembang dalam kepalaku hingga paranoid yang berlebihan tentang jadi pesakit tak lama lagi pun tak jarang ikut ambil bagian. Dan melawan itu semua sungguh melelahkan. Diriku perlahan terbagi menjadi dua. Separuh selalu berupaya untuk tetap bertahan dan sisanya ingin cepat mati saja. Pelarianku hanyalah rasa sakit yang di sengaja. Satuan rasa sakitnya tanpa ku sadari mampu jadi tameng tipisku untuk menyerah. Rasa sakit yang jadi penanda aku masih hidup betapa pun hari bisa jadi begitu memuakan. Rasa sakit yang sengaja oleh diriku, tentu hanya untukku.

Aku kehilangan minat pada kehidupan. Melalaikan studiku, menelantarkan hatiku yang sudah dirudung sepi sejak lama, tak lagi memandang cinta itu menyembuhkan karena terlalu muak pada pedihnya penghianatan dan mengeneralisasi semua laki – laki begitu saja, menutup telinga pada orang terkasih yang tanpa ia sadari sudah menelantarkan diriku tanpa sengaja, tentu saja bila mereka tidak “buta” mereka akan tahu ada yang tidak beres dengan diriku. Aku sudah terbiasa diabaikan, pun mengabaikan. Hanya diriku seorang yang ku miliki, yang dapat ku percayai. Karena mereka sama saja, sewaktu – waktu akan melupakan diriku bila tidak dibutuhkan. Tak lagi begitu berharga untuk sekedar sapaan palsu. 

Pada dasarnya aku adalah pribadi yang begitu menyenangi semua – mua tentang tuhan dan wahyunya. Mungkin bukan yang paling religius. Tapi aku yakini jika bunuh diri hanyalah akan berakhir menjadi sehina – hinanya abdi sang empuNYA hidup. Aku hanya muak pada ciptaanNYA. Yang beribadah tapi hanya demi citra, yang lebih suka bermain peran menjadi tuhan tandingan dengan mengkafir – kafirkan sesamanya, yang menjudge sesuka hatinya dan mempermainkan dahlil untuk kepentingan egoisnya semata, dan yang lebih lucunya lagi suka menghinaku bila tak tepat waktu menghadap sang Khalikku tapi membiarkan imamnya ditertawakan karena tidak becus. Semuanya seakan asyik menghakimiku, tanpa memandang diri mereka sendiri terlebih dahulu. Yang penting aku nampak buruk dimata mereka saja, karena akulah kuman di sebrang lautan, mereka sibuk membutakan hati dan mata tentang gajah yang ada di depan mata dan diam – diam menyembunyikannya. Biar saja hanya Tuhan yang berhak menghakimiku. Mungkin bukan abdinya yang paling setia, paling tidak aku tak menyembunyikan motif – motif kefanaan kala bercerita dan bersimpuh pada-Nya. Aku mungkin lalai, tapi aku selalu percaya Ia selalu ada.    

Kehampaan ini perlahan melemahkanku. Melenyapkan semangatku. Aku bukanlah lagi pribadi periang seperti dulu. Hanya tersisa hampa dan awan gelap di sekitarku, yang aku sadari dengan baik perlahan – lahan membuat jengah kawanku dan akhirnya menghilang satu – persatu. Itu sepenuhnya bukan salah mereka, tentu saja hanya semata karena diriku yang terlalu aneh ini. lidahku yang keji dan setajam belati tentu saja membuat siapa saja tak nyaman. Aku memang tidak jago berpura – pura baik. Walaupun tak di pungkiri kemampuan beraktingku juga tidak mengecawakan.

Terbiasa hanya mengandalkan diriku sendiri. Aku benci menggantungkan hidupku pada orang yang bisa sewaktu – waktu meninggalkanku begitu saja. Membuat para lelaki di lingkaranku tak nyaman karena merasa tidak begitu di butuhkan olehku. Karena menaruh harap pada apa yang selalu saja dapat mengecawakan di saat aku begitu membutuhkan sudah tak lagi asing. Yang mereka pedulikan hanya kepemilikan, rasa bangga berlebihan yang naif dan pemenuh nafsu. Munafik. Mereka dengan lihainya bermodalkan kalimat – kalimat manis menyalah gunakan cinta demi hal yang ujung – ujungnya tentang perihal ranjang juga. Setua ini belum pernah pun ku temui yang menolak atas itu pun aku tak terlalu bodoh membiarkan mereka menjamah apa yang ku janjikan pada imamku kelak. Aku mungkin sedikit jalang tapi aku tidak tolol. Mereka bisa saja lenggang kangkung, pergi tanpa berbekas, tapi aku tak akan menggadaikan permata satu – satunya untuk yang hanya sementara singgah dan belum tentu jadi pengantar jalanku menuju Jannah. Aku tidak membiarkan diriku mengemis untuk apa yang harusnya mengasihi tanpa riba. Cinta tak melulu se”murah” itu.

Jam biologisku carut marut. Aku terbiasa terjaga hingga pagi menjelang dan esoknya tetap bangun pagi seakan tidak terjadi apa – apa. Aku betah tidak makan seharian dan hanya mengandalkan bergelas – gelas air putih saja dan anehnya berat badanku tetap saja naik dan naik walaupun ku habiskan hari dengan hampir tidak memakan apapun. Aku hanya kehilangan selera makanku begitu saja. Tak ada lagi yang begitu menggugah selera jika yang ku dapati aku hanya berakhir di rumah makan yang ramai dan aku hanya duduk menatap nasiku seorang diri. Makan sendirian begitu menjemukan.

Delusi berlebihan tentang aku yang tidak begitu berharga, tentang idea aku yang hanyalah tumpukan kekecawaan, tentang kesedihan yang merudung tak berkesudah, tentang aku yang hanyalah bukti nyata “sampah”, tentang amarah yang ambigu dan tentu arah, tentang kebencian pada diriku sendiri, betapa tidak menariknya, betapa bodohnya dan betapa buruk rupanya. Aku mungkin sudah terlalu “rusak” untuk di selamatkan. Toh, aku membiarkan diriku sendiri semengenaskan itu. Bermuram durja seakan sembari takut – takut berharap hari cepatlah terhenti. Aku muak pada diriku sendiri.

Seorang kawan (yang dulu pernah cukup dekat dan cukup baik padaku, namun tidak lagi) pernah mengatakan gangguan depresi tidak semudah itu dapat terjadi. Namun jika ini semua bukan depresi lalu aku harus menyebutnya apa? Sementara ia sibuk mengutarakan pendapat kontranya, ku dapati diriku memandangi bunga – bunga yang bergerak pelan, seakan hidup, pada dinding kamar yang terdapat pada pola lantai keramik yang ku tahu betul seharusnya hanya diam saja. sementara itu, seringkali pula menangis berurai air mata tersedu – ssedu begitu hebohnya tanpa dapat ku temukan satu pun alasan pasti, dan tak jarang menemukan diriku terdiam seharian penuh hanya menatap asbesku yang penuh noda bercak – bercak hujan dengan ilusi yang aku tahu pasti itu surreal namun terlihat sangat nyata. Lalu ku dapati diriku tertawa terlalu nyaring pada jokes temanku yang sebetulnya biasa saja. It’s freak the hell out of me.

Semoga saja masih tersisa sedikit kewarasan pada diriku yang mbuh ini . . .















( PS : catatan ini sengaja ditinggalkan apabila ada kejadian yang tidak diharapkan di kemudian hari pun juga hanya sekedar catatan absurd masa lalu penulis untuk dijadikan pengingat agar tidak kembali jadi bodoh lagi. )



Amour de soi




Konsep kasih mengasihi kini makin kehilangan substansinya. Kini cinta dibanderol satu paket dengan ekspektasi muluk seperti sebut saja : harus seiman, harus mapan, harus ini dan itu. Manusia selalu saja di butakan dengan hasrat yang tiada pernah habisnya. Kalau sudah dapat yang seiman maunya dapat yang cantik, kalau sudah dapat yang cantik maunya dapat yang sukses, bahkan jika kalian masih saja sibuk mencari yang sempurna sampai kiamat di depan mata pun takkan kau dapati yang sepenuhnya mampu memuaskan rasa inginmu. Karena toh dari sononya manusia selalu ingin lebih, lagi dan lagi.

Lalu apa sejatinya kasih yang hakiki? Di jaman serba kekinian yang sedikit – sedikit rasanya tidak tahan kalau tidak di post di media lini masa ini masih adakah bentuk nyata dari kasih? Tentu saja masih, walau pun mungkin sudah mulai langka seperti keberadaan badak bercula di Pulau Borneo.

Kasih itu tanpa pamrih. Sedikit pun tak terbersit pengharapan menerima untuk apa yang telah di beri, karena ikhlas sudah termasuk bundling satu kesatuan dengannya. Mengasihi itu cuma untuk pribadi yang benar – benar mumpuni, yang asam garam kehidupan seakan sudah kenyang di cecapnya, terpaan gelombang kepedihan yang tak mampu di bayangkan pun sudah ia rasakan, nikmati dan ia peluk dengan sabar tanpa sedikit pun terbesit keluh kesah. Bukan untuk pribadi kerdil yang rasanya kegerahan kalau tidak memajang foto berdua, yang rasanya tidak tahan untuk tidak pamer pada kesemua orang ia sudah ada yang punya. Kasih bukanlah barang maupun kepemilikan. Ia wujud murni yang bahkan di keseharian kita kadang tidak menyadari keberadaannya.

Seperti rasa sedih bercampur pedih di dalam asa ketika melihat kemalangan yang tak dapat dicegah maupun tak mampu kita elak datangnya pada orang lain, yang bahkan kenal pun tidak. Seperti seakan ikut tersayat ngilu seolah – olah merasakan betul penderitaan orang lain yang dengan segenap usaha pun kita tahu pasti tak mengurangi setitik pun pedihnya. Hati yang tergerak otomatis untuk berempati dan simpati nyata. Yang dalam diam selalu bergerak gesit mengurangi dan menyembuhkan pun tiada terlihat selalu saja medoakan yang terbaik untuk semua yang ia tak dapat bantu. Dan tentu saja tanpa pencitraan dan embel – embel apapun. 

Cakupannya pun tak main –main. Tidak terbatas pada manusia, pada semua mahluk hidup yang bernafas. Ia tanpa di sadari bergerak sendiri jika menemui mahluk malang yang tidak beruntung, tiada terbersit syarat dan ketentuan, yang ia tahu hanya bertindak cepat agar nyawa malang itu tak jadi celaka atau kenapa - napa.

Kasih itu sederhana. Sesederhana pemahaman ia hanya ingin yang terkasih bahagia. Apapun caranya, dengan atau tanpanya. Ia tak mengharap puji apalagi timbal balik untuk apa yang ia upayakan. Yang ia tahu hanya melihat senyum bahagia pada mereka yang ia kasihi, ia takkan pedulikan dirinya sendiri. Apalagi mengindahkan egonya mengambil alih hatinya yang murni. Yang ia pahami hanya memberi lagi, lagi dan lagi. Ia selalu saja dapat melihat sisi putih nan  bening lagi tanpa dosa sekelam apapun masa lalu dan sesuram apapun masa depan seseorang. Ia curahkan segenap daya dan usaha. Diminta atau tidak.

Kasih selalu tanpa tendeng aling – aling. Formatnya begitu saja. ada pada siapa saja. dan untuk siapa saja. kasih tidak membawa destruksi. Alih – alih ialah penawar segala. Ia selalu saja beriringan dengan semua kebaikan yang pernah tercipta. Ia tidak memiliki satuan ukuran, ikatan atau batasan.
Walaupun mengasihi tak semudah mencintai, ia selalu ada di mana – mana. Yakinilah ia bersemayam pada dirimu. Love of self. Selfless.

Kamis, 10 Maret 2016

Cinta itu (The Newest) Horor Story



Akhir – akhir ini saya suka geli ketika tanpa sengaja melihat pemandangan orang pacaran. Iyes, pembacaku yang budiman, PA – CA – RAN. Ada yang asyik suap – suapan kayak anak burung minta disuapin emaknya, ataupun mas – mas pasrah yang tangannya digandeng dan ditarik paksa kesana kemari lalu tersesat kedalem toko yang isinya baju – baju kekinian atau malah toko lingerie yang bikin keki. Belum lagi ngliatin mas ganteng yang tampilan machonya sedikit ternodai cuma gara – gara “terpaksa” dengan berat hati nentengin tas cewenya yang lagi kalap belanja ini dan itu dan dia nyempil di depan pintu toko dan lucunya lagi ga cuma seekor, bahkan bisa 4 – 5 orang berdiri barengan, diem - dieman dan saling ketip – ketip di pojokan tiap kali saya nyasar hilang arah di mall. Kadang cinta itu lucu ya?
(Maafkan sarkasme jomblo ini yak? Maklum makin tua, makin nyadar [mungkin] dulu juga pernah khilaf kayak gitu or at least seberlebihan oknum – oknum ini. hehehe.)

Ada banyak hal yang bikin cinta itu horor di masa – masa ini, yang kesemuanya oleh – oleh dari masa lalu yang kebanyakan jadian putus ganti lagi jadian lagi dan putus lagi lalu akhirnya jomblo hopeless lagi. Tanpa kita sadari kayaknya udah suratan takdir kita diharuskan belajar lagi dari awal tentang karakternya, hobinya, makan favoritnya, kebiasaan yang ga disukainya, sampe hobi ngentut plus kata misuh favoritnya dan banyak lagi setumpuk nya nya-nya. Capek men belajar mulu, ke KUAnya kapan dong!

Memahami manusia itu susah sob. Wong kadang kita memahami diri kita sendiri masih sering sesatnya kok. Apalagi mahamin anak orang yang secara ga langsung isi dikepala, kepribadian sampe mindsetnya beda total. Sampe kucing garong insyaf pun kamu ga bakal 100% mahamin si doi luar dan dalem. Udah kamunya di luar aja, jomblo mah ga boleh main ke dalem kalo belon siap di todong "kapan rabi lee?"

Sudah jadi rahasia umum kalo awal pacaran pasti pada demen nyari kesamaan di semua sektor dan di semua lini yang si doi dan kita miliki. Pun sudah jadi rahasia juga kalo endingnya pasti bakal nyari – nyari perbedaan mendasar cuma buat alasan biar bisa pisahan. Aelah kalian mau nyayangin anak orang ape mau ngatur strategi neraca untung rugi sih? Kebaca banget polanya, situ jangan - jangan renternir yak? apa Debt collector? kok serem gitu itung - itungannya hahahaha

Dan makin tua bikin rentetan di kepala kalian makin horor, belum lagi di todong dan di cerca pertanyaan dhoif yang walaupun inem agak sedikit macho pun dibuat gentar olehnya : “kapan nikah, nem?” (boro – boro kapan! calonnya aja masih antri pre order -___-)
Dan pertanyaan geli – geli aw tadi sukses bikin inem laper tengah malem, nulis blog yang kontennya agak nglindur ini sambil ngrebus indomie walaupun nyadar bodi udah kayak sapi. 

Mari kita salahkan cinta sebagai dasar pengaburan logika yang disebabkan olehnya serta luka dan derita berkepanjangannya. 

Tanpa kita sadari cinta itu makin kesini makin konsumtif. Konsumtif menggerogoti kepala dan hati dengan hal – hal yang melenceng jauh dari dunia nyata. Misal nih diskusi pelik sama diri sendiri dengan topik : ngbayangin dia lagi ngapain ya? Lagi ngobrol sama siapa ya? Udah makan apa malah mati ya? Dia lagi mikirin siapa ya? Dia lagi ngepoin siapa ya? Mantannya siapa aja ya? Bohay ga ya? Cantik dan gantengan sapa ya? Dulu ngapain aja ya? Menurut dia aku udah cantik apa ganteng ga ya? Aku gendutan ga ya? Apa yang aku udah korbanin semua muanya buat dia udah cukup ga ya? Dia bahagia sama aku ga ya? Dia futsal pake peluk – peluk sayang sama temen lakiknya ga ya? Pacar aku LGBT ga ya? Dia nyepik manis manis sepet ini buat aku aja apa sama orang lain dan semua cewe kayak gitu ga ya? Dia sebenernya serius sama aku ga ya? Dia sayang sama aku ga ya? Dia main belakang nikung kanan kiri ga ya? Kapan dia nglamar aku ya? Apa dia makin depresi ngbaca ini ga ya? 

Walaupun sudah berkomitmen dengan teguh tidak menjamin keraguan samar – samar itu tidak mampir dan terbersit diam – diam di kepala kalian. Dan sedikit demi sedikit ragu itu berdampak pada hubungan yang susah payah dirajut sama - sama. Semakin meragu lalu hati pun ikut – ikutan semakin ngblur dan akhirnya makin galak dan insecure sudah pacar – pacar kalian. Mempercayakan hati sepenuhnya pada orang lain memang tak semudah nembak menye – menye klise di awal, kawan.
Disini saya mulai paham kalau komitmen itu tidak menjanjikan tidak ada yang tersakiti satu sama lain, tapi lebih ke dia worth to suffer for ga. Makannya makin males pacaran, karena menurut hemat saya, saya ini masih aja ga pantes – pantes amat buat worth to suffer for – nya si mas calon. Calon lurah nem? iYES.

Belum lagi – lagi bayang traumatik sisa – sisa cerita emak bapak yang makin kesini bikin ide menikah ga segampang cuma berangkat ke KUA doang yang penting sangu cinta. Inem sih berangkat, paling juga mlipir beli ikan hias doang di depan KUA itu. Hehehe.

Walaupun makin skeptis, Saya masih bercita - cita membahagiakan dia yang kelak tidak akan pernah pergi untuk selamanya, kok. Tapi sebelum itu saya masih mau menyibukan diri dan membahagiakan diri sendiri dan lingkaran tersayang di sekitar. Biar pun udah tua, saya ga mau menikah cuma karena terpaksa “udah umur”, “apa kata orang” atau sekedar “ga laku” lalu asal nyomot yang mau sama inem aja. Duile! sekali seumur idup mblo, yakin mau memperpanjang masa ngenes kamu selanjutnya? inem sih cukup jaman - jaman jomblo aja ngenesnya, udah kenyang sih!

Sudah pasti jalan idup tiap orang itu berbeda – beda, tapi bolehin inem ngarep cukup menikah sekali seumur idup yes? Biar besok kalo di surga gampang nyariinnya, kan si mas yang udah berjasa nganterin kesananya. Hehehe.

Inem memang pemilih yang super selektif, tapi buat apa juga milih ini itu kalau dianya ga ikhlas mau sama kamu #eaaaaaaaa dipilih dipilih kutang anti dom - domannya dipilih kakaaaaaaaaak!

Udah jangan gupuh mblo! Mungkin jodoh kamu lagi dijagain sama jodohnya orang lain. Semangat merebut dia kembali ke lintasan yang bener menuju hatimu yak! M A N G A T S M B L O!

dari inem yang belum di pilih dan melaju ke babak penyisihan selanjutnya.