Siapa sih yang ga kenal mbag raisa? Suaranya yang manis
namun sukses menyayat hati sepaket komplit dengan parasnya yang ayu gemes gemes
unyu pengen nyubit itu? Namun aku punya cerita tersendiri antara aku dan dia.
Dia itu kamu. Iya. Kamu kamu!! *cieeeeeeee~*
Berkat mbag raisa dan lagunya, terimakasih kepada mereka,
aku menyadari betapa gobloknya aku dimasa lalu. Sebut saja joni, lelaki tidak
begitu tampan tapi selalu sukses mengelitik kalbu ini, berlalu begitu saja
berkat kebodohanku dan lebih bodohnya lagi aku baru nyadar setelah mimbik –
mimbik ndengerin lagunya mbag raisa dengan khidmat yang kira – kira begini
liriknya :
Ya ~
Aku mengerti betapa
sulit untuk kembali
Dan mempercayai
penipu ini sekali lagi
Ya~
Aku wanita
Yang seharusnya
lebih perasa
Tapi malah aku
mencabik
Lukai kau yang baik
Buat hatimu sakit
Meski malu untuk
akui
Aku mauuuuuuuuuuuu
Kau kembali!
Pemeran utama hati
Pemicu detak
jantung ini
Baru kini kusadari
Setelah berlayar
pergi
Itu
kamuuuuuuuuuuuuuu
Abaikan betapa klisenya
aku memonyongkan bibir dengan sukses saat mencoba menyanyikan lagu ini dengan
segenap jiwa dan raga namun malah nampak seperti kucing kampung minta kawin.
Liriknya DALEM banget coy!!! Untuk yang pernah mencintai seseorang dan malah
kacau balau ga berending, lu sama kaya gue, SYAKITNYA TUH DISINI! (padahal
salah sendiri ga mau bilang dan malah nyalahin sikon “bertepuk sebelah tangan”
KUAPOK!)
Kejadian kala itu,
mungkin sekarang udah jadi sejarah antara kita berdua. Andai kita pernah adanya.
Joni yang misterius tapi disisi lain manis manis sepet kala itu berhasil
membuat bangkrut pertahanan hati ini. Beberapa kali keluar bareng mulai dari
jalan – jalan geje sampai nonton film yg notabene tebak tebak berhadiah pernah
kita lakuin. Jangan bayangin kejadiannya super romantis sampe pegangan tangan
coy, kaliah salah besar. Tapi cinta tanpa balutan nafsu memang polos adanya dan
itu jauh lebih bermakna dan langka, sob.
Malam itu kita
terdampar di sebuah jembatan penyebrangan di tengah pusat kota. Diterangi
kerlap kerlip lampu mobil yang melintas riuh ketika kita bertukar canda. Tak
lupa kita abadikan momen itu di jepretan kamera poket yang kamu bawa. Bahkan
saat itu belum ngtrend selfie tapi ku potret dirimu dalam besutan high angle, senyum lebarmu malam itu,
jujur, hingga kini masih menghantuiku bak hantu penasaran minta dibacain Yasiin.
Entah mengapa topik pembicaraan kali itu menjadi semakin absurd dan hilang arah
tapi kita tetap asyik tertawa riang. Di penghujung jembatan mendadak nekat ku
culik kecup dipipimu. Kau terdiam, tak menolak namun juga tak merespon. Aku
hanya ingin utarakan perasaanku tanpa bertaburan untaian kata manis tapi palsu.
Hanya itu. Namun cinta yang tak diungkapkan itu percuma. Ia akan membeku dan
berdebu dipojokan. Malangnya~ TT__TT
Di siang yang lain,
hapeku berdering. Di layarnya tertera gambar vokalis ganteng favoritku
menandakan kamulah yang mengirim pesan singkat tersebut. Sembari tersenyum
simpul, ku baca dengan santai isi SMS mu. HLAR! Hatiku sontak berbunga dan
ingin salto rasanya! Sore itu kamu mendadak mengajak kencan. Sambil berharap –
harap cemas bunda memberikan ijin, aku pun gelisah dibuatnya sesiangan itu. Betapa senangnya diriku saat bunda mengiyakan
rengekanku. Aaaaaah senangnya.
Sore itu gerimis
menyambut kita. Gerimis lembut yang menepuk pipiku takkan mampu melukis
perasaanku saat itu. Aku cuma bisa menggenggam tepian jaketmu dari belakang.
Tak berani memelukmu karena ku sadari aku bukan siapa – siapa. Kita cuma kawan
lama yang jalan – jalan bareng. Itu saja.
Entah mengapa Sang
waktu seakan tak ingin memisahkan kita begitu saja. Kita terlambat sepersekian
menit dari jadwal film yang hendak kita tonton, otomatis mau tak mau kita harus
menunggu jadwal berikutnya yang kira – kira baru tayang 2 jam kemudian. Sembari
meminta ijin bunda dari telatnya jadwal pulang yang sudah disepakati kita
menyusuri mall itu perlahan – lahan. Syukurlah bunda tidak keberatan dengan
perubahan jadwal itu. Namun malang tak bisa diprediksi untung malah kabur
ngacir, kunci sepeda motormu hilang. Otomatis kita berkeliling mall bak orang
bodoh nyari duit ilang, merhatiin lantai dengan galau berkepanjangan. Ingin rasanya
aku mentertawakanmu. Sebegitu kikuknya kah kamu jalan denganku? Sampai lupa
menyimpan kunci motor yang notabene hal kecil tapi maha penting itu? Namun tak
sampai hati saat ku lihat raut cemasmu saat itu takut bahwa kita akan terlambat
pulang dan bunda akan marah – marah padamu.
Untungnya adikmu
bersedia mengantarkan kunci cadangan. Kita pun aman. Kau pun mulai santai
bertukar tawa sembari menunggu di lobby bioskop yang tak lama kemudian kita
bersiap memasuki studio. Tak tahu kenapa kau rebut telpon genggamku saat aku
hendak merubahnya menjadi mode diam. Kamu dan senyum usilmu. Ah, hari itu
lengkap campur aduk mawut – mawut rasanya. Layar mulai bergerak pelan
menandakan filmnya hendak dimulai. Mendadak hapeku berdering dengan lagu metal
favoritmu berbunyi lantang. Sialan! Ini pasti ulah isengmu! Kucubit pinggangmu
saat kamu asyik mentertawakanku. Sisa kejadian itu kuhabiskan memperhatikan
film pilihanmu itu dan sesekali mencuri pandang ke arahmu. Ku harap ingatanku
membekukan memoar kala itu untuk selamanya J
Setelah 2 jam
terjebak manis denganmu, film itu akhirnya berakhir. Betapa senang hatiku
ending film itu sesuai dengan favoritku, sangat susah ditebak. Seperti
tingkahmu saat itu. Kadang kau begitu peduli dan beberapa menit kemudian mendadak
tidak mempedulikanku. Dasar bocah aneh! Saat kita memasuki lift untuk menuju
parkiran, hatiku berdegup kencang. Hanya tinggal kita berdua dalam lift itu.
Kita asyik dengan pikiran masing – masing, dalam diam yang tiap detiknya
membeku berlalu dan mendadak seperti robot yang terprogram otomatis, kucuri
lagi kecup dipipi itu. Cepat dan tepat sasaran. Kali ini aku tak berharap lebih
dan sekadar berterimakasih telah membagi tawa sesorean ini. aku memang seimpulsif itu. Maafkan aku ya.
Kamu berjalan pelan
didepanku, aku hanya mengikutimu pasrah dibelakangmu sembari berharap dalam
hati semoga kenekatanku itu tak membuatmu jera. Betapa kaget ku dibuatnya saat
mendadak kamu berpindah ke samping kananku dan berjalan mengiringi. Saat
kutanyakan mengapa kau pindah haluan, kamu hanya menjawabnya singkat agar saat
menyebrang apabila tertabrak dirimulah yang pertama kali jadi korban, bukan
aku. Ingin menangis rasanya saat kudapati kamu bisa begitu manis kepadaku. Aku
pun meruntuki diriku mengapa bisa sejahat itu mencuri kecupnya tanpa seijinmu.
Dan ternyata kejutan itu tak terhenti sampai situ saja. .
Kita akhirnya
menemukan sepedamu yang terparkir anteng setelah menghabiskan beberapa menit
mengitari lahan parkir yang cukup luas itu. Saat itu hujan telah reda menyisakan
helm yang sedikit basah dan butiran air yang membasahi jokmu. Aku yang sedang
asyik memeras helmku yang berubah seperti kolam kodok, becek, mendadak
tercengang melihat tingkahmu. Kau hapus sisa air hujan dijok sepedamu itu
dengan satu – satunya slayer yang kau punya. Saat kuraih tanganmu untuk
mencegahnya, kamu bersikukuh tetap melapnya dengan itu. Mendadak hatiku lumer
melihat pengorbananmu untukku. Memang tak seberapa, tapi kesungguhan hatimu
membuatku nyaman sungguh salut dibuatnya. Mendadak ingin ku menangis keras dan
menculiknya benar – benar untuk menjadikanmu satu – satunya cinta dihatiku.
Namun kenyataan tak semudah membalik tangan, apalagi meraih tanganmu . .
[Bersambung.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar