Minggu, 14 Desember 2014

Aku dan raisa, raisa apa - apa~


Siapa sih yang ga kenal mbag raisa? Suaranya yang manis namun sukses menyayat hati sepaket komplit dengan parasnya yang ayu gemes gemes unyu pengen nyubit itu? Namun aku punya cerita tersendiri antara aku dan dia. Dia itu kamu. Iya. Kamu kamu!! *cieeeeeeee~*

Berkat mbag raisa dan lagunya, terimakasih kepada mereka, aku menyadari betapa gobloknya aku dimasa lalu. Sebut saja joni, lelaki tidak begitu tampan tapi selalu sukses mengelitik kalbu ini, berlalu begitu saja berkat kebodohanku dan lebih bodohnya lagi aku baru nyadar setelah mimbik – mimbik ndengerin lagunya mbag raisa dengan khidmat yang kira – kira begini liriknya :

Ya ~
Aku mengerti betapa sulit untuk kembali
Dan mempercayai penipu ini sekali lagi
Ya~
Aku wanita
Yang seharusnya lebih perasa
Tapi malah aku mencabik
Lukai kau yang baik
Buat hatimu sakit
Meski malu untuk akui
Aku mauuuuuuuuuuuu
Kau kembali!
Pemeran utama hati
Pemicu detak jantung ini
Baru kini kusadari
Setelah berlayar pergi
Itu kamuuuuuuuuuuuuuu

Abaikan betapa klisenya aku memonyongkan bibir dengan sukses saat mencoba menyanyikan lagu ini dengan segenap jiwa dan raga namun malah nampak seperti kucing kampung minta kawin. Liriknya DALEM banget coy!!! Untuk yang pernah mencintai seseorang dan malah kacau balau ga berending, lu sama kaya gue, SYAKITNYA TUH DISINI! (padahal salah sendiri ga mau bilang dan malah nyalahin sikon “bertepuk sebelah tangan” KUAPOK!)

Kejadian kala itu, mungkin sekarang udah jadi sejarah antara kita berdua. Andai kita pernah adanya. Joni yang misterius tapi disisi lain manis manis sepet kala itu berhasil membuat bangkrut pertahanan hati ini. Beberapa kali keluar bareng mulai dari jalan – jalan geje sampai nonton film yg notabene tebak tebak berhadiah pernah kita lakuin. Jangan bayangin kejadiannya super romantis sampe pegangan tangan coy, kaliah salah besar. Tapi cinta tanpa balutan nafsu memang polos adanya dan itu jauh lebih bermakna dan langka, sob.

Malam itu kita terdampar di sebuah jembatan penyebrangan di tengah pusat kota. Diterangi kerlap kerlip lampu mobil yang melintas riuh ketika kita bertukar canda. Tak lupa kita abadikan momen itu di jepretan kamera poket yang kamu bawa. Bahkan saat itu belum ngtrend selfie tapi ku potret dirimu dalam besutan high angle, senyum lebarmu malam itu, jujur, hingga kini masih menghantuiku bak hantu penasaran minta dibacain Yasiin. Entah mengapa topik pembicaraan kali itu menjadi semakin absurd dan hilang arah tapi kita tetap asyik tertawa riang. Di penghujung jembatan mendadak nekat ku culik kecup dipipimu. Kau terdiam, tak menolak namun juga tak merespon. Aku hanya ingin utarakan perasaanku tanpa bertaburan untaian kata manis tapi palsu. Hanya itu. Namun cinta yang tak diungkapkan itu percuma. Ia akan membeku dan berdebu dipojokan. Malangnya~ TT__TT

Di siang yang lain, hapeku berdering. Di layarnya tertera gambar vokalis ganteng favoritku menandakan kamulah yang mengirim pesan singkat tersebut. Sembari tersenyum simpul, ku baca dengan santai isi SMS mu. HLAR! Hatiku sontak berbunga dan ingin salto rasanya! Sore itu kamu mendadak mengajak kencan. Sambil berharap – harap cemas bunda memberikan ijin, aku pun gelisah dibuatnya sesiangan itu.  Betapa senangnya diriku saat bunda mengiyakan rengekanku. Aaaaaah senangnya.

Sore itu gerimis menyambut kita. Gerimis lembut yang menepuk pipiku takkan mampu melukis perasaanku saat itu. Aku cuma bisa menggenggam tepian jaketmu dari belakang. Tak berani memelukmu karena ku sadari aku bukan siapa – siapa. Kita cuma kawan lama yang jalan – jalan bareng. Itu saja.

Entah mengapa Sang waktu seakan tak ingin memisahkan kita begitu saja. Kita terlambat sepersekian menit dari jadwal film yang hendak kita tonton, otomatis mau tak mau kita harus menunggu jadwal berikutnya yang kira – kira baru tayang 2 jam kemudian. Sembari meminta ijin bunda dari telatnya jadwal pulang yang sudah disepakati kita menyusuri mall itu perlahan – lahan. Syukurlah bunda tidak keberatan dengan perubahan jadwal itu. Namun malang tak bisa diprediksi untung malah kabur ngacir, kunci sepeda motormu hilang. Otomatis kita berkeliling mall bak orang bodoh nyari duit ilang, merhatiin lantai dengan galau berkepanjangan. Ingin rasanya aku mentertawakanmu. Sebegitu kikuknya kah kamu jalan denganku? Sampai lupa menyimpan kunci motor yang notabene hal kecil tapi maha penting itu? Namun tak sampai hati saat ku lihat raut cemasmu saat itu takut bahwa kita akan terlambat pulang dan bunda akan marah – marah padamu.

Untungnya adikmu bersedia mengantarkan kunci cadangan. Kita pun aman. Kau pun mulai santai bertukar tawa sembari menunggu di lobby bioskop yang tak lama kemudian kita bersiap memasuki studio. Tak tahu kenapa kau rebut telpon genggamku saat aku hendak merubahnya menjadi mode diam. Kamu dan senyum usilmu. Ah, hari itu lengkap campur aduk mawut – mawut rasanya. Layar mulai bergerak pelan menandakan filmnya hendak dimulai. Mendadak hapeku berdering dengan lagu metal favoritmu berbunyi lantang. Sialan! Ini pasti ulah isengmu! Kucubit pinggangmu saat kamu asyik mentertawakanku. Sisa kejadian itu kuhabiskan memperhatikan film pilihanmu itu dan sesekali mencuri pandang ke arahmu. Ku harap ingatanku membekukan memoar kala itu untuk selamanya J

Setelah 2 jam terjebak manis denganmu, film itu akhirnya berakhir. Betapa senang hatiku ending film itu sesuai dengan favoritku, sangat susah ditebak. Seperti tingkahmu saat itu. Kadang kau begitu peduli dan beberapa menit kemudian mendadak tidak mempedulikanku. Dasar bocah aneh! Saat kita memasuki lift untuk menuju parkiran, hatiku berdegup kencang. Hanya tinggal kita berdua dalam lift itu. Kita asyik dengan pikiran masing – masing, dalam diam yang tiap detiknya membeku berlalu dan mendadak seperti robot yang terprogram otomatis, kucuri lagi kecup dipipi itu. Cepat dan tepat sasaran. Kali ini aku tak berharap lebih dan sekadar berterimakasih telah membagi tawa sesorean ini.  aku memang seimpulsif itu. Maafkan aku ya.

Kamu berjalan pelan didepanku, aku hanya mengikutimu pasrah dibelakangmu sembari berharap dalam hati semoga kenekatanku itu tak membuatmu jera. Betapa kaget ku dibuatnya saat mendadak kamu berpindah ke samping kananku dan berjalan mengiringi. Saat kutanyakan mengapa kau pindah haluan, kamu hanya menjawabnya singkat agar saat menyebrang apabila tertabrak dirimulah yang pertama kali jadi korban, bukan aku. Ingin menangis rasanya saat kudapati kamu bisa begitu manis kepadaku. Aku pun meruntuki diriku mengapa bisa sejahat itu mencuri kecupnya tanpa seijinmu. Dan ternyata kejutan itu tak terhenti sampai situ saja. .

Kita akhirnya menemukan sepedamu yang terparkir anteng setelah menghabiskan beberapa menit mengitari lahan parkir yang cukup luas itu. Saat itu hujan telah reda menyisakan helm yang sedikit basah dan butiran air yang membasahi jokmu. Aku yang sedang asyik memeras helmku yang berubah seperti kolam kodok, becek, mendadak tercengang melihat tingkahmu. Kau hapus sisa air hujan dijok sepedamu itu dengan satu – satunya slayer yang kau punya. Saat kuraih tanganmu untuk mencegahnya, kamu bersikukuh tetap melapnya dengan itu. Mendadak hatiku lumer melihat pengorbananmu untukku. Memang tak seberapa, tapi kesungguhan hatimu membuatku nyaman sungguh salut dibuatnya.  Mendadak ingin ku menangis keras dan menculiknya benar – benar untuk menjadikanmu satu – satunya cinta dihatiku. Namun kenyataan tak semudah membalik tangan, apalagi meraih tanganmu . .



                                                                                                                                                                                [Bersambung.]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar