Selasa, 08 Desember 2015

Sekejap, Menghilang.



Jika kau berpikir cinta itu buta, coba cek sekali lagi hatimu. Siapa tau saja dia sedang sekarat atau bisa saja dia cuma lelah. Ya, cinta butuh alasan. Alasan untuk bertahan, alasan untuk menerima semua kealpaannya tanpa terkecuali. Alasan untuk tak kehabisan topik mengapa dia bisa datang begitu saja tanpa permisi.

Begitu juga kamu.

Tak sengaja saat iseng mengomentari fotomu yang terpajang bak iklan mencari jodoh. Adakah yang lebih kuat dari dua orang yang sama – sama tengah mencari? namun kala itu kamu terlalu menggebu. Membuatku khawatir. Takut menghancurkan harap tinggimu dengan kenyataan yang tak semanis foto pose cantikku, yang bisa dibilang, terbatas jumlahnya itu.

Entah sepi yang mempertemukan atau apalah, saat itu jadi begitu menyenangkan, mengobrol dan bertukar cerita bahkan tak jarang berbagi duka pun jadi topik sehari – hari. Kamu cukup tampan, jujur ku akui. Tapi aku tak mudah gentar dengan lelaki tampan. Bukan hanya itu yang aku cari.

Aku membarikade hatiku agar tak mudah jatuh padamu dan mendadak pagar fana itu lenyap saat bertemu pertama kali. bukan rupamu, namun suaramu. Ya suara indah yang akhir – akhir sering menghantui. Bahkan sunyi tak lagi menarik jika ada kamu bercerita panjang dan seru.

Belajar dari hari lalu, aku ingin menyamarkan sebisa mungkin, agar tak nampak berlebihan. Aku tak ingin kamu jengah dan pergi dengan pongah. Aku usahakan sebisanya menghias harimu. Bahkan chat tak berbalas dan kondisi hatimu yang masih suka susah lupa dengan kisah yang dulu, pun aku terima tanpa banyak keluh. Tapi apalah aku di matamu.

Lucunya, akhir – akhir ini aku tak lagi sanggup membendung ingin yang selalu saja berlari kearahmu. Bias – bias itu terpeta jelas dimata kita berdua yang sama – sama bungkam. Memilih pedihnya jalan sepi demi hati yang tak tersakiti lagi.

Dan aku mulai lelah. Adakah yang lebih perih ketika mencari dan menyadari ia berlari pergi? Aku tak bisa memaksamu untuk tetap tinggal. Aku pun tak bisa memaksa hatiku untuk memelukmu erat. Bahkan untuk sekedar menyapamu aku tak lagi sanggup.

Hati ini berbisik lirih. Mungkin kamar gelap itu sekali lagi menghampiri. Tak apalah, selagi nadi masih berdenyut lemah, hatiku boleh saja terkulai tragis. Semoga saja disana sunyi tak membuatmu susah, dan semoga saja berikutnya tak lagi mengiris hatimu sadis.

Selamat jalan hai kamu yang pernah mampir, tak pernah mulai dan lalu tak kembali.

Maaf, aku (sudah) kehabisan alasan untukmu.

Dalam memoar bangku halaman kos, terkunci portal dan kue jepang yang tak sampai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar