Kita tak sengaja bertemu 5 tahun yan lalu, atau lebih
tepatnya takdir yang mempertemukan. Kala itu kau menyapaku via pesan singkat di
media sosial favoritku. Bodohnya, aku mengira dirimu wanita dan menyapamu
dengan sebutan “mbag” karena namamu yang memang cantik. Kejadian konyol itu
membekas hingga hari ini. aku selalu saja tersenyum bila mengingat hal ini.
Kamu pribadi yang sangat manis. Inisiatifmu juara nomer 1!
Masih ku ingat jelas saat ulang tahunku, kau memberi hadiah yang tak pernah ku
sangka – sangka. Kau buatkan aku poster mini berisi foto kakak tingkat yang ku
idolakan saat itu berserta tanda tangannya menghiasi tepiannya. Bahkan pacarku
kala itu tak pernah sekreatif dirimu, kawan. Mungkin ini hal kecil bagimu, tapi
itu sungguh kejutan yang menyenangkan bagi gadis yang seringkali terlupakan.
Aku selalu suka mengamatimu dikejauhan. Memandangi siluet
punggung lebar milikmu. Kamu yang selalu suka mengerjakan banyak hal. Kamu yang
selalu saja banyak dikenal orang. Passionmu tanpa sengaja selalu saja sukses
membuatku semangat, walaupun karyaku tak pernah bisa sememukau dirimu.
Kita beramai – ramai selalu saja membagi tawa yang gegap
gempita, bersama kalian aku dengan mudahnya melupakan semua kesedihan. Aku
menyayangi kalian seperti kakak dan adik milikku sendiri. Jangan pernah
berhenti berusaha saling berbagi tawa dan canda, ya? Kalian idolaku :)
Aku suka musik yang kamu dengarkan dan berusaha tau
semuanya. Aku suka mendengar suaramu bernyanyi, suaramu sungguh merdu jika
dibandingkan milikku yang parau tak karuan. Aku selalu suka mencermati karyamu,
gambar milikmu selalu saja nampak menakjubkan. Aku suka memperhatikanmu makan
dengan lahap, nampaknya semua jadi lebih lezat setelahnya.
Kisah cintamu yang mendayu – dayu selalu saja menarik untuk
di simak. Dari usahamu yang pantang menyerah mendekati kawan sebangkuku yang
mungil dan cantik. Aku ikut menyorakimu, namun seringkali terselip rasa di hati
yang terdalam, andai saja itu. Dan momen andai saja itu berulang lagi – dan
lagi. Ketika kau menceritakan dengan takjub gadis berkhimar lebar yang kelak
akan menjadi gadis yang akan kau tuju untuk saling berta’aruf, hingga adek
tingkat yang meninggalkanmu dan membuatmu sedih, aku selalu saja jadi pertama
yang antusias mendengar kisah lengkapnya, tak terkecuali tentang cintamu yang
ini.
Dia gadis polos nan manis kesukaanku. Matanya yang lebar
mengingatku pada sorot tajam yang biasa choky tunjukan padaku. Gadis alim yang
tak pernah neko – neko. Gadis yang selalu saja menolak bawang goreng di atas
nasi uduk dan dengan suka rela memberikan semua sayur lalapannya padaku. Ketika
ku dengar cerita awal kalian bersama, jujur, aku turut bahagia mendengarnya.
Seiring berjalannya waktu, kalian jadi pasangan favoritku. Kalian saling
mengisi. Kalian saling berbagi. Dan lagi terselip rasa andai itu. Mungkin aku
cuma iri, tapi tak apalah. Toh kalian saling menyayangi. Seperti aku menyayangi
kalian berdua.
Hatiku bak teriris sembilu saat kudapati kekasihmu jatuh
sakit. Sakit yang membuat tubuh kurusnya semakin kurus. Sakit yang membuatmu
bertahan menghadapi semua ini dan mendukungnya dengan susah payah. Mungkin aku
cuma sok tahu, tapi ku tahu pasti kamu juga merasa tersiksa. Ku intip perih itu
setiap menanyakan kabarnya, bibirmu boleh saja berujar dia baik – baik saja.
tapi matamu berkata lain. Kamu tak pernah baik – baik saja.
Kadang aku tak mampu mengendalikan apa yang kepala dan
hatiku katakan. Aku ingin memelukmu. Sebagai kawan yang peduli padamu. Sebagai
kawan yang masih saja ingin menculik dan memutarkan kenyataan dan mewujudkan
setumpuk andai saja itu. Sebagai kawan yang berlebihan ingin mengurangi rasa
sakitmu dengan sedikit ide gila ini. Tapi akalku mengatakan hal yang lain.
Semua itu bertentangan dengan prinsipku. Aku tak mau jadi wanita buas yang
mencintai kekasih sahabatnya sendiri. Andai saja kau sama – sama tak
memperdulikannya juga.
Aku tak ingin cintamu seutuhnya. Aku ingin melihatmu bahagia
dengannya. Namun aku juga tak mau mengabaikan perasaan ini tak tersampaikan.
Aku tak ingin menyesal. Jadi disinilah aku. Melakukan semua tindak tanduk yang
konyol disekitarmu dan memanfaatkanmu demi hatiku yang sepi sendiri. Ya. Aku
memang sudah segila itu. Untung saja segelintir rasa sesal takut menyakiti
kekasihmu masih membelenguku. Aku tak ingin ia merasakan apa yang dulu aku
rasakan.
Maafkan aku, sahabat
karena memanfaatkan kebaikanmu selama
ini dan memutarbalikan fakta semau hati.
Hati yang ingin berlari kepadamu dari dulu
Momen ketika kau mengabadikan gambarku dengan cermat
Tangan dingin yang begitu gugup memegang tanganmu
Hingga tak dapat ku kendalikan diri, melompat dan terjatuh
Suara merdumu yang mengajakku berduet
Dan sandaran dibahu sekejap yang ku curi darimu
Andai saja hidup segila itu jadi kenyataan.
12:34,
rindu terselip yang tidak sempat.